14 Juni 2008

KETIKA NEGARA HARUS TUNDUK PADA KEKUATAN FPI

Oleh, Rony Ryanto Siahaan UUD 1945 menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dimana segala kebijakan dan tata prilaku warga Negara harus mengacu pada kontitusi, dengan demikian konstitusi Indonesia berada pada posisi supreme secara otomatis mempengaruhi hak dan kewajiban warga Negara dimata hukum. Sehingga setiap organisasi maupun individu tidak dapat membuat aturan yang bertentangan dengan aturan berlaku. jika dibiarkan maka akan mengganggu stabilitas nasional.

Front Pembela Islam yang disingkat FPI pada tanggal 01 juni 2008 lalu telah membuktikan bahwa dirinya sebagai sebuah organisasi yang memiliki high otority untuk membubarkan massa aliansi kebangsaan yang sedang melangsungkan ceremony pada hari pancasila didepan monumen nasional (monas) dengan cara kekerasan tanpa pandang bulu, yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

Notabene bahwa Target utama FPI adalah memberi peringatan serta seruan agar aliran Ahmadiyah segera dibubarkan, meraka memandang bahwa ahamadyah adalah aliran sesat. Padahal jemaat ahmadiyah hadir dalam momen pancasila sebagai wujud bahwa negara mengakui heterogenitas kehidupan beragama seperti termaktub di UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, UU 39 tahun 1999 tentang HAM serta ditegaskan lagi pada konvesi PBB di Wina yang menekankan universal of human right dengan menekankan kebebasaan Beryakinan. Maka organisasi atau lembaga manapun tidak dapat memaksakan seseorang untuk meyakini yang dipercayakannya.

Memang gamang bila menyebut bahwa aliran Ahmadiyah adalah sesat, apakah yang disebut sesat karena ahmadiyah minoritas ditengah dominasi Islam?. apakah selalu minoritas dipandang salah hanya karena berbeda atas keyakinan banyak orang?

Kekerasan dan arogansi yang dilakukan oleh FPI telah menodai ajaran Islam, paling tidak perbuatannya menuai stigmatik pandangan publik hingga pembacaan internasioal bahwa islam mengajarkan kekerasan. Tentunya kondisi tersebut sangat tidak mengenakan bagi umat islam secara umum yang tidak melakukan hal demikian.

Tindakan yang dilakukan FPI bukan kali pertama, karena dari rententan Perjalanan FPI selalu meresahkan banyak warga, Bahkan kata pengrusakan sudah melekat pada organisasi FPI, melihat kebringasannya masyarakatpun tidak dapat berbuat apa-apa karena mungkin takut menjadi sasaran amuk massa.

FPI berteriak atas nama agama dan mendoktrinir untuk menyelamatkan nama baik Islam, Alasan tersebut mereka pakai untuk melegitimasi tindakannya, over otority FPI inilah yang seakan mereduksi peran dan fungsi polisi. Parahnya polisi tidak bertindak untuk memproses secara hukum massa FPI yang secara jelas telah melakukan tindak pidana, kalaupun ditindak hanya ditahan, tidak sampai dipenjara. kondisi tersebut seakan Negara melalui aparat hukum takut pada organisasi FPI.

Kenapa FPI hingga saat ini tidak ditindak tegas ??? apakah ada kekuatan besar yang memagari FPI ??? sudah jelas bahwa aliran-aliran garis keras yang duduk dipemerintahan serta organisasi atau partai-partai aliran islam radikal seakan mendukung setiap sepak terjang yang dilakukan FPI, sehingga alasan tersebut mendasari kesulitan membuat konsesus untuk membubarkan FPI. Padahal secara hukum FPI dapat dibubarkan ketika mengacu pada UU 8 tahun 1985 pasal 18 yang menyebutkan bahwa Organisasi kemasyarakatan dapat dibubarkan ketika organisasi tersebut melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

Dengan demikian negara harus dapat menunjukan kekuatannya melalui supremasi hukum dan mampu menembus kekuatan besar yang melindungi dan melegitimasi FPI. Hal itu Semata-mata agar hukum dapat ditegakan. Jika FPI tidak dibubarkan maka kita sulit memberantas organisasi-oraganisasi yang masih banyak meresahkan masyarakat. Artinya pemberantasan FPI ini adalah usaha untuk mengembalikan citra Negara sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.

Tidak ada komentar: