24 Agustus 2008

BERKUASA UNTUK RAKYAT

Ketika Fernando Lugo, mantan uskup katolik di paraguay, terpilih menjadi presiden, banyak yang bertanya: apa yang akan dilakukannya.

Pertanyaannya itu dijawab semalam menjelang pelantikannya sebagai presiden, 15 agustus 2008 lalu, ia menyatakan tidak akan menerima gaji sebagai presiden yang besarnnya 4.000 dollar AS atau sekitar rp. 37 juta per bulan. Uang itu akan diperuntukan bagi rakyatnya yang papa.

Lugo memenangi pemilihan presiden pada april lalu. Kemenangan Lugo itu mengakhiri 61 tahun kekuasaan asosiasi republik nasional atau partai clorado. Negeri berpenduduk 6.1 jiwa itu, menurut transparency international, menempati urutan ke-138 dari 180 negara terkorup di dunia.

Apa yang dijanjikan Lugo kita lihat sebagai salah satu bentuk bagaimana mengartikan dan memaknai kekuasaan, Lugo yang menang dengan mengibarkan bendera aliansi patriotik untuk perubahan, sadar bahwa ia berhasil memenangi pemilihan presiden karena didukung rakyat miskin, orang-orang papa yang selama ini kurang diperhatikan pemerintah.

Ketertarikan terjun ke dunia politik dengan meninggalkan jabatannya sebagai uskup juga karena keprihatianannya melihat begitu banyaknya rakyat Paraguay yang menderita, yang terpinggirkan, yang tidak dipedulikan oleh rezim yang korup.

Sebagai seorang politikus dapat dikatakan Lugo masih hijau. Ia baru terjun ke dunia politik tahun 2006, tetapi, pengalamannya selama 30 tahun sebagai rohaniawan dalam gereja roma katolik, baik secara imam maupun uskup, memberikan bekal sebagai presiden.

Sebagai seorang mantan uskup kiranya Lugo meyakini agama memiliki kekuatan untuk membangun solidaritas sosial, menghasilkan rasa bermasyarakat. Rasa bermasyarakat itu menurut David C Leege, pada gilirannya berfungsi sebagai mediasi bagi tindakan kolektif yang sangat penting dalam demokrasi.

Banyak orang yang berlomba merebut kekuasaan tetapi hanya sedikit yang sadar bahwa memegang kekuasaan itu mengandung kewajiban . kekuasaan di satu-sisi memang mengiurkan, sangat menggoda sehingga orang bisa mabuk daratan untuk mengejarnya dan menikmatinya, akan tetapi, di sisi lain, kekuasaan bisa melahirkan bencana kalau tidak dilaksanakan sebagai mana mestinya, kalau demi kepuasaan diri, ataupun dengan kelompoknya atau demi kekuasaan itu sendiri. Karena itu, Lugo mengembalikan buah dari kekuasaan itu kepada yang memberi kekuasaan, rakyat oleh karena rakyatlah yang sebenarnya pemilik kekuasaan itu..

Tidak ada komentar: