29 Juni 2008

SHARING SATU PERIODE 2007-2008 DIDALAM ORGANISASI BEM KM FH UNIJOYO

Hari jumat, 27 Juni 2008 menjadi moment yang tidak terlupakan. Saat LPJ Ketua Bem 2007-2008 dapat diterima oleh peserta konfrensi saat itu. Saya yang dilantik satu tahun yang lalu tepatnya 05 juli 2007. Awalnya saya tidak merasa yakin untuk menjalankan tugas yang saya pikir cukup berat bila melihat pengalaman periode-periode yang lalu. Aku tertegun ketika mendengar suatu lagu yang syairnya mengatakan : “ku tak akan menyerah pada apapun juga sebelum kucoba semua yang kubisa dan hatiku berserah kepada kehendakmu, hatiku percaya Tuhan rencana” Lalu aku ambil keputusan itu. Ditambah lagi kawan-kawan yang senatiasa mendukung saya hingga akhirnya aku dapat terpilih menjadi seorang ketua BEM FH. Saat harus mengawali agenda pertama yaitu mabinwa (masa pembinaan mahasiswa} adalah agenda besar yang mempertaruhkan eksistensi BEM FH dimata mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya, bersyukur pada pada Tuhan agenda pertama tersebut boleh berjalan dengan baik. Kemudian agenda selanjutnya hingga akhir periode dapat berjalan dengan baik, yang pada intinya diawal adalah masa adaptasi akan tugas kerja BEM FH selanjutnya mulai terlatih dalam melaksanakan agenda yang sudah tersusun dalam rapat kerja. Saya begitu merasakan satu tahun berada pada posisi lembaga eksekutif tertinggi dalam fakultas cukup merubah karakter saya menjadi lebih baik, dan selama satu tahun pula banyak kesempatan dan pengalaman saya dapatkan hingga jadilah saya seperti saat ini. Cara Tuhan memang tidak dapat kita jangkau dengan pikiran kita. Saya percaya bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan terbaik. Bila didalam Tulisan ini saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada Tuhan yang telah menemani dan memberi aku kekuatan untuk terus melangkah dalam satu periode ini. Semoga apa yang saya lakukan selama ini dapat memberikan taste dan proses menuju perubahan pada fakultas hukum terlebih menjadi manfaat bagi mahasiswa fakultas hukum univeritas trunojoyo. Merdeka

14 Juni 2008

SUBSTANSI SKB 3 MENTERI BERTENTANGAN DENGAN KONSTITUSI

Oleh, Rony Ryanto Siahaan Keluarnya SKB 3 menteri menuai tanda Tanya besar, berdalil menyelesaikan konflik horizontal tampaknya akan menimbulkan masalah baru. Keberadaan SKB tersebut bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 tentang kebebasan memilih keyakinan dan beribadah.

SKB 3 menteri dikeluarkan tidak melalui analisa hukum apakah sudah singkron dengan hukum yang lebih tinggi setidaknya peraturan tersebut dapat dianulir bila berkaca pada asas hukum yang berbunyi lex superior derogate legi inferiori hukum yang lebih tinggi dapat membatalkan hukum yang paling rendah, artiya SKB tersebut justru akan mengancam kebebasan beragama.

Indonesia adalah negara hukum bukan Negara agama. Prihal mengenai pembubaran ahmadia pun jika dipaksakan sebagai organisasi kemasyarakatan bertentangan dengan substansi UU 8 tahun 1985 pasal 18 bahwa organisasi dapat dibubarkan jika mengganggu keamanan dan ketertiban umum, karena selama ini ahmadiya tidak mengganggu kemanan dan ketertiban umum akan tetapi faktor dari luar yang justru meresahkan masyarkat dengan tindakan-tindakan anarkis terhadap jemaat ahmadyah.

Sikap tergesa-gesa Pemerintah melalui manteri agama, menteri dalam negeri serta jaksa agung dalam mengeluarkan SKB itu, menapikan ketentuan hukum hanya karena desakan berbagai elemen sehingga mengorbankan masyakarat untuk bebas berkeyakinan dan beribadah. Ironisnya ketika terjadi sikap anarkis terhadap jemaat ahmadiya tidak ada tidak ada sanksi hukum terhadap seluruh pelaku. Pada dari perbuatan tersebut rentan akan konflik sara.

Realitas mengatakan bahwa Negara tidak mampu menempatkan hukum diatas segala-galanya akan tetapi cenderung membuat kebijakan karena faktor desakan atau titipan. Maka tidak salah ketika dikatakan bahwa Negara telah kehilangan jati dirinya sebagai pelindung atas kebebasan umat untuk memilih keyakinan dan beribadah seperti tertuang dalam konstitusi. Ironis !!!!s!!!.

7 butir SKB TIGA Menteri yaitu.

  1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama.
  2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
  3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenani saksi sesuai peraturan perundangan.
  4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.
  5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dnan perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku. Memerintahkan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.
  6. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, 09 Juni 2008

KETIKA NEGARA HARUS TUNDUK PADA KEKUATAN FPI

Oleh, Rony Ryanto Siahaan UUD 1945 menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dimana segala kebijakan dan tata prilaku warga Negara harus mengacu pada kontitusi, dengan demikian konstitusi Indonesia berada pada posisi supreme secara otomatis mempengaruhi hak dan kewajiban warga Negara dimata hukum. Sehingga setiap organisasi maupun individu tidak dapat membuat aturan yang bertentangan dengan aturan berlaku. jika dibiarkan maka akan mengganggu stabilitas nasional.

Front Pembela Islam yang disingkat FPI pada tanggal 01 juni 2008 lalu telah membuktikan bahwa dirinya sebagai sebuah organisasi yang memiliki high otority untuk membubarkan massa aliansi kebangsaan yang sedang melangsungkan ceremony pada hari pancasila didepan monumen nasional (monas) dengan cara kekerasan tanpa pandang bulu, yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

Notabene bahwa Target utama FPI adalah memberi peringatan serta seruan agar aliran Ahmadiyah segera dibubarkan, meraka memandang bahwa ahamadyah adalah aliran sesat. Padahal jemaat ahmadiyah hadir dalam momen pancasila sebagai wujud bahwa negara mengakui heterogenitas kehidupan beragama seperti termaktub di UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, UU 39 tahun 1999 tentang HAM serta ditegaskan lagi pada konvesi PBB di Wina yang menekankan universal of human right dengan menekankan kebebasaan Beryakinan. Maka organisasi atau lembaga manapun tidak dapat memaksakan seseorang untuk meyakini yang dipercayakannya.

Memang gamang bila menyebut bahwa aliran Ahmadiyah adalah sesat, apakah yang disebut sesat karena ahmadiyah minoritas ditengah dominasi Islam?. apakah selalu minoritas dipandang salah hanya karena berbeda atas keyakinan banyak orang?

Kekerasan dan arogansi yang dilakukan oleh FPI telah menodai ajaran Islam, paling tidak perbuatannya menuai stigmatik pandangan publik hingga pembacaan internasioal bahwa islam mengajarkan kekerasan. Tentunya kondisi tersebut sangat tidak mengenakan bagi umat islam secara umum yang tidak melakukan hal demikian.

Tindakan yang dilakukan FPI bukan kali pertama, karena dari rententan Perjalanan FPI selalu meresahkan banyak warga, Bahkan kata pengrusakan sudah melekat pada organisasi FPI, melihat kebringasannya masyarakatpun tidak dapat berbuat apa-apa karena mungkin takut menjadi sasaran amuk massa.

FPI berteriak atas nama agama dan mendoktrinir untuk menyelamatkan nama baik Islam, Alasan tersebut mereka pakai untuk melegitimasi tindakannya, over otority FPI inilah yang seakan mereduksi peran dan fungsi polisi. Parahnya polisi tidak bertindak untuk memproses secara hukum massa FPI yang secara jelas telah melakukan tindak pidana, kalaupun ditindak hanya ditahan, tidak sampai dipenjara. kondisi tersebut seakan Negara melalui aparat hukum takut pada organisasi FPI.

Kenapa FPI hingga saat ini tidak ditindak tegas ??? apakah ada kekuatan besar yang memagari FPI ??? sudah jelas bahwa aliran-aliran garis keras yang duduk dipemerintahan serta organisasi atau partai-partai aliran islam radikal seakan mendukung setiap sepak terjang yang dilakukan FPI, sehingga alasan tersebut mendasari kesulitan membuat konsesus untuk membubarkan FPI. Padahal secara hukum FPI dapat dibubarkan ketika mengacu pada UU 8 tahun 1985 pasal 18 yang menyebutkan bahwa Organisasi kemasyarakatan dapat dibubarkan ketika organisasi tersebut melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

Dengan demikian negara harus dapat menunjukan kekuatannya melalui supremasi hukum dan mampu menembus kekuatan besar yang melindungi dan melegitimasi FPI. Hal itu Semata-mata agar hukum dapat ditegakan. Jika FPI tidak dibubarkan maka kita sulit memberantas organisasi-oraganisasi yang masih banyak meresahkan masyarakat. Artinya pemberantasan FPI ini adalah usaha untuk mengembalikan citra Negara sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.

08 Juni 2008

Politisasi dan Anarkisme Gerakan Mahasiswa

Mahasiswa adalah sebuah organ intelektual yang senantiasa mengaktualisasikan segenap pemikirannya untuk suatu hal positif demi suatu perubahan yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat Indonesia menuju welfare state, yang akhir-akhir ini dipandang sebagai usaha utopis ditengah keterpurukan berbagai aspek baik ekonomi, sosial budaya dan politik yang saat ini seakan-akan justru rakyat mengamini bahwa Indonesia telah kehilangan jati diri sebagai sebuah Negara, padahal sejarah mencatat bahwa Indonesia sempat mengalami era kejayaan sehingga dunia mengagguminya.

Tiga fungsi mahasiswa yaitu sebagai agent of change, social control, man of analize adalah indikasi bahwa mahasiswa sebagai oposisi permanent bagi pemerintah atau sebagai perlement jalanan, dengan tujuan agar pemerintah dapat maksimal menjalankan tugasnya dengan prinsip kerakyatan serta menolak kebijakan pemerintah yang tidak populis dengan mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan pemodal. Dengan demikian dipundak mahasiswa terdapat keberpihakan pada rakyat yang intinya menyelamatkan bangsa.

Netralitas dan purity menjadi titik tekan bagi mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat, artinya bahwa mereka tidak berdiri pada kepentingan suatu kelompok yang cenderung politis-pragmatis, akan tetapi mereka berdiri pada sikap idealis, dan itu menjadi harga mati !!. namun sikap idealis tidak selaras dengan kenyataan bahwa gerakan moral yang dibangun mahasiswa kini tidak seperti gerakan massif era tahun ’66 atau gerakan ’98 akan tetapi justru telah terkontaminasi oleh elit politisi dengan icon gerakan sporadis. Sehingga menuai hasil mosi tidak percaya pada mahasiswa,

Bukan tanpa alasan. Karena seringkali mahasiswa menjadi alat bagi oposisi partai untuk menjatuhkan pimpinan pusat maupun daerah, misalnya dengan mengusung issues korupsi, ijazah palsu, unprofesionalisme, DLL, yang kesemua dalil mengatasnamakan rakyat . Namun yang menjadi pertanyaan, Rakyat yang mana harus dibela ??.

Alasan kenapa gerakan mahasiswa kian hari mudah dipolitisasikan, adalah karena segenap kawan-kawan mahasiswa tumpul dalam berpikir rasional dan lemah akan analisa sosial, apalagi ketidakmengertian akan konsep swot dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam setiap gerakan dan parahnya ada banyak kawan gerakan tidak tahu siapa yang menjadi musuh dan siapa yang menjadi kawan. Indikasinya mahasiswa rentan terhasut dan terbawa arus yang berujung pada aksi-aksi anarkis yang akhir-akhir ini sering kita lihat dimedia cetak maupun elektronik. Ironisnya pemandangan tersebut sudah menjadi opini publik bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan anarkis.

Mahasiswa bergerak untuk rakyat dan bergerak bersama-sama rakyat adalah realisasi yang paling sulit karena rakyat kini tidak percaya lagi dengan gerakan mahasiswa. Padahal target keberhasilan dalam suatu gerakan bagaimana terjalin penyatuan kekuatan massa aksi antara mahasiswa dengan rakyat serta dukungan serta perhatian publik secara umum.

Kondisi rill diatas dapat menjadi evaluasi bagi kawan-kawan gerakan untuk lebih berhati-hati dalam aksi dengan mengutamakan intelektualitas, cermat, akurat dan tepat dalam bertindak serta terus galang solidaritas publik, jangan anarkis dan hindari adu jotos pada aparat jika itu terjadi lagi tanyalah pada diri anda sendiri, apaka kalian pantas menjadi mahasiswa ???

Hidup Mahasiswa !!!

Hidup Rakyat !!!!

03 Juni 2008

PEMILU 2009 KRISIS PEMIMPIN DENGAN RAKYAT YANG TIDAK MAU DIPIMPIN

Oleh, Rony Ryanto Siahaan
Tidak lama lagi rakyat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi melalui pemilu 2009, Momen 5 (lima) tahunan menarik para politisi untuk ambil bagian dalam bursa calon presiden yang diusung dari partai-partai politik, dan proses memenangkan pemilu 2009 sudah tampak akhir-akhir ini dimana partai politik merapatkan barisan dengan para kader dan simpatisannya untuk melakukan suatu target, yaitu memenangkan pilkada ataupun Pilgub, karena jika sukses mengantarkan calonnya menjadi walikota, bupati ataupun gubernur disejumlah daerah akan sangat berpengaruh pada penggalangan suara untuk memenangkan pemilihan presiden 2009 dan kursi DPR, DPD, DPRD.

Berbagai cara digunakan untuk memenangkan pemilu 2009 sehingga tidak sedikit partai menggunakan cara tidak sehat untuk untuk meraih sebanyak-banyaknya simpatisan apalagi black campaign ataupun Jegal-menjegal antar parpol baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, mewarnai pentas perpolitikan Indonesia, ironisnya tipikal parpol cenderung egosentris dengan para kader fanatik yang memandang parpol lain sebagai rival yang sebisanya dapat dikerdilkan. Sehingga kualitas dan kepemimpinan kader partai jauh dari harapan bersama.

Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian presiden namun tidak ada satupun presiden yang mampu membawa Indonesia kearah welfare state. Kesejahteraan rakyat menjadi wacana klasik yang digunakan para capres untuk menggoalkan pemilu, dan Faktanya Kalimat tersebut begitu ampuh dan mampu mengantarkan capres tersebut menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia. Akan tetapi waktu berbicara lain bahwa beberapa presiden terpilih paska reformasipun hingga saat ini yang dipimpin SBY-JK tidak mampu mewujudkan janjinya bahkan sangat jauh dari harapan, dengan melihat meningkatkanya prosentase jumlah kemiskinan dan lain sebagainya.

Berbicara Indonesia bangkit tidak hanya dititik beratkan pada good will dari seorang presiden meskipun ia capable dan berintergritas untuk membangun bangsa, akan tetapi tidak cukup hanya disitu, artinya perlu dukungan positif dari pajabat pemerintah baik dipusat maupun daerah serta bersama segenap rakyat membangun bangsa yang tentunya dapat menjalankan kewajiban sebagai warga negara dengan baik.

Melihat Indonesia saat ini sangatlah menyedihkan karena semua elemen tidak dapat bersinergi dengan baik antara satu dengan yang lainnya sehingga konsekwensinya roda pemerintahan tidak dapat berjalan dengan harapan bersama. Bagaimana tidak jika dipucuk pimpinan tertinggi wapres yusuf kalla tidak sejalan dengan presiden SBY. Justru seakan-akan wapres seringkali memposisikan sebagai seorang presiden. Dan presidenpun tidak dapat berbuat banyak untuk menindak wapres, alasannya karena dipemerintahan partai golkar yang menjadi kekuatan Yusuf Kalla, memiliki prosentasi kursi lebih besar dari pada partai demokrat yang notabene sebagai partai yang dimiliki oleh SBY.

Belum lagi menteri-menteri yang tidak sanggup menjalankan fungsinya sehingga kita tidak mendapati sosok yang berintegritas dalam bidangnya, begitupun juga dengan tingkatan gubernur hingga bupati belum dapat mengembangkan potensi daerah yang menjadi wilayah kewenangan mereka justru nuansa politis yang yang lebih ditekankan. Selanjutnya penegakan hukum yang yang masih morat-marit, pendidikan kocar-kacir, transportasi masih ruwet serta mental masyarakat yang cenderung mengemis, maka lengkaplah sudah kompleksitas penyakit akut bangsa saat ini.

Tiada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, namun sedikit sekali orang memahaminya. Parahnya sebagian besar calon presiden 2009 tidak dapat memberikan gambaran jelas konsep dan aplikasinya dengan melihat kondisi rill bangsa saat ini. Hanya yang mereka lakukan dengan terus menyuarakan janji-janji klasik. Bahkan hingga saat inipun kita belum menemukan calon presiden yang dapat menggerakan seluruh elemen masyarakat untuk cinta tanah air. Karena yang menjadi permasalahan bangsa saat ini adalah keengganan dan kurangnya kecintaan rakyat terhadap negara NKRI yang akhirnya berdampak pada penyimpangan prilaku yang mengarah pada dekonstruksi bangsa.

Ironisnya Capres dari partai-partai yang mengatasnamakan diri sebagai partai nasionalis tidak cukup mengejewantahkan makna nasionalis itu sendiri, hanya dipandang secara sempit bahwa partai tersebut menjadi wadah bagi keragaman suku dan agama. Padahal ada tugas yang lebih substansi yaitu bagaimana terus berusaha memberikan keyakinan serta menanamkan nasionalisme secara utuh sehingga rakyat menjadi sadar bahwa rakyat sangat berperan pada proses kebangkitan bangsa kearah yang lebih baik. Sehingga mereka dapat memposisikan dirinya dan berperan pada tugas yang diemban dengan koridor peningkatan etos kerja.

Dengan demikian apapun nama partainya serta siapapun calon presidennya bahwa mereka harus memiliki jiwa nasionalisme dan memahami pluralisme dan senantiasa menanamkan nasionalisme pada segenap rakyat Indonesia.

Pertanyaannya adakah calon presiden yang memiliki karakteristik seperti itu ???? tampaknya pemilu 2009 kita akan mengalami krisis pemimpin nasionalis, krisis pemimpin idealis dan krisis pemimpin patriotis. Justru malah yang bermunculan sosok pemimpin yang borjuis dan pemimpin yang oportunis. Sehingga pemilu 2009 akan menjadi massa suram dalam perjalanan bangsa Indonesia. Semoga tidak !!!

SAMBUTAN KETUA BEM FH LAUNCHING MAJALAH SO_REA HIMASOS FH UNIJOYO

Hidup Mahasiswa Tiada ucapan indah selain kata Bravo yang dapat saya ucapkan kepada Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASOS) periode 2007-2008 yang diketuai oleh saudara Zausi bahwa diakhir periodenya dapat mempersembahkan sebuah majalah so_rea edisi perdana ditengah-tengah kita.
Kehadiran Majalah so_rea ini mudah-mudahan dapat memberikan wadah dan inspirasi bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan pemikirannya mengenai arti sosiologi yang saat ini belum menemukan titik temu. Maka tepatlah bila tema yang diangkat kali ini yaitu mencari jati diri sosiologi sebagai grand issues sehingga sangat menarik untuk untuk dikaji lebih lanjut. Saya melihat Selain tujuan yang disajikan dalam opini serta pandangan-pandangan melalui majalah ini, yaitu agar para pembaca memahami sosiologi secara komprenhensif. Namun ada tujuan yang lebih substansi, pertama adalah untuk mencipakan iklim akademik dilingkungan fakultas hukum, kedua melatih mahasiswa berdialektika, ketiga mengembangkan penalaran daya kritis mahasiswa terhadap permasalahan sosiologi saat ini. Dengan demikian dari rangkaian tujuan diatas adalah sebagai wujud implementasi trifungsi mahasiswa yang salah satunya yaitu man of analize. harapannya kedepan penerbitan majalah ini dapat dilanjutkan oleh Himasos diperiode mendatang. Berbicara mengenai Sosiologi saya berpendapat bahwa sosiologi berasal dari sebuah istilah kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, hal itu diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Mengacu pada sejarah bahwa Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa, maka dengan demikian Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Melihat lebih seksama bahwa sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August Comte, yang kemudian Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa Émile Durkheim sebagai ilmuwan sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Sosiologi merupakan kajian tentang hukum masyarakat dan proses yang berkenaan dengannya; dan orang yang berlainan bukan sepakat sebagai individu, tetapi juga sebagai ahli persatuan, kumpulan sosial, dan intistusi. Bila berangkat dari substansi sosiologi adalah sebuah ilmu kemasyarakatan lalu bagaimana dengan kajian ilmu yang dibahas oleh jurusan ilmu sosiologi dikampus Universitas Trunojoyo? dari serangkaian diskusi bersama kawan-kawan sosiologi saya melihat bahwa sosiologi dikonsentrasikan pada objek penelitian sosiologi madura. Akan tetapi saya menilai bahwa sosiologi mengajak setiap individu untuk concern meneliti ilmu masyarakat secara global sehingga didapati pandangan tentang sosiologi secara integral, mungkin kelemahannya kajian ilmu yang dipelajari terlalu meluas, akan tetapi manfaatnnya bagi para lulusan jurusan sosiologi bahwa mereka dapat memposisikan dimana mereka berada dan banyak berperan didalam masyarakat berdasarkan ilmu yang diraih selama kuliah dijurusan sosiologi. Mungkin demikian yang dapat saya sampaikan dalam edisi perdana majalah so_rea yang diterbitkan oleh himpunan jurusan sosiologi (HIMASOS). Pesan saya tetap semangat dan teruslah berkarya dalam membangun bangsa. Terima kasih.